Dalam era globalisasi dan pertumbuhan pesat sektor pariwisata halal, Indonesia dihadapkan pada tantangan hukum yang kompleks. Salah satu isu utama yang muncul adalah penundaan kewajiban sertifikasi halal yang dijadwalkan berlaku mulai tahun 2024. Penundaan ini menciptakan kekosongan hukum (rechtsvacuum) yang berpotensi mengganggu kepastian hukum, baik bagi pelaku usaha maupun konsumen. Dalam konteks ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa standar halal tetap ditegakkan meskipun ada penundaan.
Kekosongan hukum terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian antara regulasi yang ada dan kondisi aktual di lapangan. Penundaan kewajiban sertifikasi halal mengindikasikan bahwa meskipun ada regulasi yang ditetapkan, implementasinya mengalami hambatan. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku industri, terutama Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang harus mematuhi standar halal namun tidak mendapatkan panduan yang jelas selama masa transisi ini.
Namun, penundaan ini juga memiliki sisi positif. Menurut salah satu dosen Hukum Tata Negara yang menjadi responden dalam penelitian, penundaan ini merupakan bagian dari kebijakan atribusi kewenangan yang memberi waktu bagi pelaku UMKM dan masyarakat untuk lebih mempersiapkan diri secara matang. Kesempatan ini memungkinkan mereka untuk melakukan penyesuaian, memperbaiki persiapan internal, dan memahami proses sertifikasi halal tanpa tekanan waktu yang ketat. Dengan adanya penundaan, pelaku usaha dapat melakukan pelatihan karyawan, berkolaborasi dengan vendor halal, dan mengembangkan strategi pemenuhan standar halal yang lebih baik.
Dampak penundaan kewajiban sertifikasi halal tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha, tetapi juga dapat merugikan citra Indonesia sebagai destinasi wisata halal. Wisatawan Muslim, yang mencari produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah, mungkin merasa ragu untuk mengunjungi lokasi-lokasi yang tidak memiliki jaminan halal yang jelas. Oleh karena itu, penting untuk segera mengatasi kekosongan hukum ini agar kepastian hukum dapat terjaga dan industri pariwisata halal tidak kehilangan daya saingnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah hukum yang konkret, termasuk revisi regulasi yang mengakomodasi kondisi terkini. BPJPH perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan pelaku industri, untuk menyusun pedoman sementara yang dapat memberikan arahan jelas selama periode transisi ini. Dengan cara ini, pelaku usaha dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk memenuhi kewajiban sertifikasi halal ketika diberlakukan.
Kekosongan hukum dan penundaan kewajiban sertifikasi halal memberikan kesempatan bagi para akademisi dan peneliti untuk berkontribusi melalui publikasi ilmiah. Penelitian yang mendalam mengenai dampak dan solusi atas isu ini dapat membantu pengambil kebijakan dalam merumuskan strategi yang lebih efektif. Jika Anda mencari platform penerbitan yang responsif dan terfokus pada kualitas, Elena Publisher adalah pilihan tepat. Dengan proses publikasi yang cepat dan akses mudah, Elena Publisher mendukung para peneliti untuk memperkuat dampak penelitian mereka di ranah akademik dan praktis, memastikan hasil penelitian Anda dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan relevan.